Move On Setelah Pilpres
Move On Setelah Pilpres

Oleh: Mohamad Rian Ari Sandi, Pengurus Bidang Penulisan dan Penerbitan P3C, Guru Pendidikan Pancasila di SMKN 1 Darangdan


Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah selesai dilaksanakan. Pemilihan presiden (Pilpres), yang mendapat atensi lebih banyak ketimbang pemilihan legislatif (pileg), telah menghasilkan pemenang menurut versi hitung cepat (quick count) yakni pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Meskipun tak sekeras pilpres lima tahun lalu, tetapi pergulatan antar pendukung pasangan calon presiden di pilpres kali ini tetap terasa hangat. Kehangatan perdebatan antar pendukung calon terutama terasa di media sosial. Aktivitas mempromosikan pasangan calon pilihan, mengkritik gagasan pasangan calon lain, atau bahkan saling hujat tak terelakkan terjadi di berbagia platform media sosial.

Siswa-siswi SMA/SMK/sederajat yang sudah berusia 17 tahun dan menjadi pemilih pemula di pemilu kemarin tak ayal termasuk bagian dari kehebohan media sosial dimana terjadi ‘saling serang’ antar pendukung pasangan calon tersebut. Apalagi temuan IDN Research Institute bersama Advisa menunjukkan bahwa generasi Z yang berusia sekitar 11-26 tahun (termasuk siswa SMA/SMK sederajat) menjadikan media sosial sebagai acuan utama dalam mencari informasi berita. Sehingga sangat mungkin bahwa anak-anak kita menjadi bagian keriuhan politik di media sosial tersebut baik sebagai pelaku ataupun pengamat.

Kini setelah pilpres usai, pihak yang menang dan pihak yang kalah sudah tergambar, sekalipun baru berdasarkan versi hitung cepat. Tak terhindarkan juga  jika kemudian pendukung pasangan calon yang menang melakukan euforia dan pendukung pasangan calon yang kalah diliputi kesedihan dan kekecewaan. Bahkan ternyata, meskipun pilpres usai, perdebatan antar pendukung pasangan calon tak serta merta berhenti.

Di sinilah kita para guru harus berperan untuk mendinginkan suasana agar keributan tak terus berlanjut. Bahwa ajang pilpres hanyalah sebuah kompetisi di dalam arena demokrasi. Sebuah keniscayaan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. Mustahil dalam sebuah kompetisi semua kontestan sama-sama meraih kemenangan.

Kita harus memberikan pesan pada para siswa untuk move on, bahwa usai pilpres kita harus kembali bersatu sebagai satu kesatuan bangsa. Setelah pilpres usai tak ada lagi pendukung pasangan calon 01, pendukung pasangan calon 02, dan pendukung pasangan calon 03. Semua pihak harus kembali melebur menjadi warga negara Indonesia seperti biasa. Pada pendukung calon yang menang kita harus menitipkan pesan bahwa sekalipun presiden-wakil presiden nanti adalah hasil pilihannya, tak berarti dia harus terus menerus membela bila kelak presiden-wakil presiden melakukan kesalahan.

Pun juga pada pendukung pasangan calon yang kalah. Sekalipun Ia berada di pihak yang kalah, tetapi jika presiden-wakil presiden nantinya membuat kebijakan yang baik tetap harus mendukung dan mengapresiasi.

Ingatkan juga pada mereka yang kalah agar jangan sampai mengucapkan doa-doa tak baik pada presiden-wakil presiden terpilih. Karena tak sedikit diantara warga masyarakat yang ‘sompral’ mendoakan hal-hal tak baik akan terjadi pada presiden-wakil presiden terpilih sebagai ungkapan kekecewaan atas kekalahannya. Kita harus ingat bahwa mendoakan hal-hal tak baik pada presiden-wakil presiden terpilih sama seperti penumpang  pesawat terbang mendoakan kecelakaan pada pilot pesawat yang ditumpanginya. Artinya merapalkan doa-doa buruk pada pemimpin yang akan datang sama saja kita mendoakan kecelakaan atau keburukan akan terjadi pada diri kita sendiri kelak.

Sebagai pendidik kita harus membantu mendinginkan suasana kebatinan bangsa. Jangan sampai justru kita sendiri yang susah move on karena jagoan yang didukung kalah. Karena tak sedikit guru yang kecewa karena jagoannya kalah di pilpres berkoar-koar tak jelas menyulut perpecahan di grup percakapan whatsapp. Ingat, pilpres hanya lima tahun sekali, tetapi persaudaraan sesama anak bangsa harus dijaga selamanya. 




Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)